ALLAH LEBIH BERHAK ATAS MEREKA
Menyiapkan perbekalan dengan sebaik-baiknya adalah sebuah keharusan, terutama untuk sebuah rencana besar menuju baitullah di Makkah untuk berhaji. Baik menyiapkan perbekalan yang mesti dibawa ataupun menyiapkan dan membereskan apa-apa saja yang akan ditinggalkan selama pergi haji.
Dan di antara hal yang paling merisaukan bagi kami sebagai orang tua muda adalah kenyataan untuk meninggalkan anak yang masih kecil-kecil. Beberapa minggu setelah mendaftar haji, saya mendapati diri saya hamil lagi, yang artinya sembilan bulan kemudian saya memiliki bayi, anak kedua kami. Artinya pula ketika berangkat haji kemungkinan besar saya meninggalkan 2 anak kecil yang masih berusia 3 tahun dan 1 tahun dalam waktu yang cukup lama, sekitar 40 hari.
Kalau dipikir-pikir tentu hal ini cukup berat dan merisaukan bagi orang tua muda seperti saya. Bagaimana anak-anak saya nanti. Siapa yang akan merawatnya? Bagaimana dengan asupan makanan atau asi untuk si kecil? Bagaimana kalau mereka sakit? Dan banyak lagi katakutan-ketakutan lain.
Tapi ada keyakinan dihati kami bahwa Allah lebih berhak atas mereka, maka Allahlah yang lebih bisa menjaga mereka, Allahlah yang lebih mampu melindungi mereka. Dengan keyakinan ini, tenanglah hati saya dan suami untuk meninggalkan mereka beberapa waktu.
Ternyata lagi-lagi ada hal lain yang menyurutkan niat pergi haji kami. Dua bulan sebelum keberangkatan, anak pertama kami yang berusia 2 tahun 9 bulan dinyatakan dokter terkena TB, dan dia harus menjalani pengobatan TB selama 6 bulan dengan rutin tanpa bolong seharipun. Sungguh sangat menyedihkan buat saya sebagai ibunya, anak pertama saya ini memang sejak kecil sering sakit-sakitan, badannya kurus dan terlihat lemah. Tentu saja pengobatan setiap hari terasa sangat berat, terlebih lagi dia susah sekali untuk minum obat. Membayangkan 40 hari tanpa ibunya dan harus minum obat sepertinya adalah hal yang tidak mungkin.
Saat itu suami saya yang semula sudah mantap untuk berangkatpun mulai goyah lagi, keinginan untuk menunda berangkat haji tahun itu mulai dipikirkannya. Tapi tidak buat saya, keberangkatan haji 2 bulan lagi itu malah menjadi anugerah tak ternilai dan kesempatan yang sangat tepat untuk mendoakan anak-anak, terutama untuk sakitnya ini. Berdoa di depan ka’bah tentu lebih menggairahkan dan menambah kemakbulan doa bukan? Saya berpikir positif saja dan yakin pembantu yang ada di rumah ibu pasti bisa melaksanakan amanah untuk memberikan obat setiap hari pada anak pertama saya selama saya pergi haji. Keyakinan itulah yang menjadi energi positif bagi saya, anak saya dan pembantu untuk siap menghadapi segala kondisi yang akan terjadi
MEMENUHI KEBUTUHAN
Yang paling penting sebelum meninggalkan anak-anak adalah mempersiapkan segala sesuatunya dan memastikan anak-anak akan tercukupi segala kebutuhannya selama jauh dari orang tuanya. Beberapa hal yang bisa dijadikan tips untuk orang tua yang akan meninggalkan anaknya yang masih kecil adalah seperti yang saya persiapkan kala itu.
Saya sediakan susu yang mereka konsumsi selama 2 bulan, sekitar 8 kotak susu 800gram, lalu diapers untuk anak kedua saya, sampai 6 pak @20 biji. Berikut juga obat-obatan seperti penurun panas, oralit dan suplemen tambahan seperti madu dan sebagainya.
Tidak lupa pula saya belikan mainan-mainan baru yang belum pernah dibuka selama saya ada di sisinya. Akan ada mainan baru yang bakal mereka dapatkan selama saya pergi, tidak perlu yang mahal, murah meriah saja, yang penting anak-anak belum pernah melihatnya. Saya berpesan sebelumnya kepada pembantu di rumah untuk membukanya saat dia tidak sanggup lagi mengatasi masalah anak-anak, misalnya ketika mereka sakit, ketika sulit minum obat atau kalau mereka lagi bandel, bertengkar atau marah-marah.
Saya masih ingat ada satu mainan yang istimewa bagi sang kakak, kotak peralatan tukang dengan beragam alat-alat di dalamnya, saya tahu sang kakak sangat senang dengan serial tv bob the builder. Maka saya bilang sama pembantu untuk mengeluarkan satu alat saja dalam sehari, agar dia selalu bersemangat menunggu hari esok untuk alat tukang yang lain. Yah untuk sementara waktu kita boleh memanjakan mereka dengan mainan bukan? Apalagi saat orang-orang yang seharusnya berada disisinya tidak bisa lagi menemani mereka untuk membantu menyelesaikan masalahnya.
Ada juga tip dari saudara saya yang membungkus mainan-mainan itu seolah dikirim dari Tanah Suci, dan anaknya akan mendapatkan setiap pekan sekali, yang disangka kiriman dari orang tua yang selalu menyayanginya. Insya Allah dengan seperti itu anak-anak akan selalu terhibur dan semangat untuk menunggu kiriman selanjutnya.
Saya berusaha menyiapkan segala hal untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan mereka. Sehingga saya bisa menjalankan haji dengan tenang, beribadah dengan sepuas-puasnya. Tentu saja hal yang lumrah kalau saya tetap memikirkan anak-anak selama menjalankan ibadah haji, paling tidak dengan persipan yang baik, saya tidak lagi terlalu mengkhawatirkan mereka.
Selain itu kami juga menyiapkan segala hal yang mungkin terjadi, termasuk kalau kami tidak bisa pulang lagi ke tanah air, kami harus siapkan surat-surat penting, surat-surat tanah dan rumah, kartu keluarga, akta kelahiran sampai asuransi pendidikan untuk anak-anak kami
Alhamdulillah, Allah memang tidak akan membiarkan hambanya dalam kekhawatiran selama hambanya memenuhi panggilanNya. Syukur saya panjatkan, anak-anak selama jauh dari orang tuanya ternyata lebih mandiri dan pintar-pintar. Yang saya takuti tidak pernah terjadi, mereka sehat-sehat selalu dan bahagianya saya melihat mereka lebih segar dan tambah besar. Subhanallah, Engkau mendengar do’a-do’a kami.
ANAK ADALAH TITIPAN ALLAH
Kami berkeinginan kuat untuk mengkampanyekan berhaji di waktu muda. Jangan jadikan anak-anak yang masih kecil sebagai alasan untuk menunda haji, saat secara materi dan kemampuan kita telah memenuhi wajib haji. Kita tidak tahu siapa yang akan meninggalkan siapa? Boleh jadi saat kita tak ingin meninggalkan anak-anak untuk berhaji, lalu Allah berkehendak lain, anak-anaklah yang akan meninggalkan kita untuk selama-lamanya! Lalu saat itu terjadi, kita bisa berbuat apa?
Pernah saya mendengar kisah sebuah keluarga yang sebenarnya sudah mampu untuk berhaji, tapi karena menyaksikan anak-anaknya yang masih kecil, mereka mengurungkan niatnya, mereka belum mau meninggalkan anak-anaknya sementara waktu untuk berhaji. Memang benar mereka tidak pernah meninggalkan anak-anaknya, tapi Allah memanggil anaknya terlebih dahulu, sang anaknyalah yang meninggalkan mereka. Yah sang anak meninggalkan mereka bukan untuk berhaji, bukan untuk sementara waktu, tapi untuk selama-lamanya. Betapa menyesalnya mereka, betapa kacau balau pikiran sang ibu dan ayah.
Maka sekali lagi, anak adalah amanah (titipan) Allah, dan bukankah sebuah titipan bisa diambil kapan saja oleh Sang Pemilik. Jadi jangan ragu lagi meninggalkan mereka kalau kita sudah siap secara fisik dan finansial. Karena Allah sudah pasti senantiasa melindungi dan menjaga mereka selama kita menghadapNya untuk berhaji ataupun berumrah.
UJIAN CINTA
Seorang teman yang berniat pergi haji pernah mengeluhkan masalah ini. Dia mengaku sudah paham betul kalau Allah akan menjaga sang buah hatinya yang masih balita. Dia tidak pernah ragu meninggalkan anaknya Yang dia pikirkan bukan lagi siapa yang merawat anaknya, bagiamana kalau sang anak sakit, atau bagaimana kondisi sang anak jika jauh dari orang tuanya. Tapi yang jadi beban pikirannya adalah rasa kangen yang bakal dideritanya jika jauh dari anaknya. Itulah yang menyebabkan dia ingin pergi haji hanya beberapa hari saja. Prinsipnya begitu ibadah hajinya sudah selesai dia ingin segera terbang ke tanah air, tanpa harus menunggu 40 hari. Tentu saja bagi kita yang tinggal di Indonesia hal seperti ini sulit dilakukan.
Diapun bercerita tentang kondisinya saat pergi umrah sathun lalu. Begitu ibadah umrahnya selesai, bagaimana dia dihinggapi rasa kangen yang luar biasa pada anaknya. Dia tidak bisa tidur, tidak bisa menikmati ziarah, jalan-jalan atau belanja. Yang terus dipikirkan adalah anaknya di rumah, yang ribuan kilo jarak darinya.
Apa yang dialami teman saya sangatlah manusiawi. Sebagai orang tua, anak adalah buah hati, bagian dari dirinya. Orang tua tentu sangat mencintai anaknya, bahkan bisa melebihi cintanya kepada yang lain. Tapi disinilah letak ujian kecintaan kepada Allah, pencipta kita, tambatan hati dan tempat bergantung segala sesuatu. Jangan sampai kecintaan kita kepada mahluk Nya termasuk anak sendiri, mengalahkan kecintaan kita pada sang Khaliq, yang mencipta mahluk itu. Karenanya rasa kangen dan kerinduan yang paling tepat adalah kerinduan untuk berjumpa dengan Allah, mendekat kepada Allah, dan salah satunya adalah bertautnya hati dengan baitullah, bukan anak di tanah air. Artinya ketika kita telah berada di sana, puas-puaskan rasa kangen dan kerinduan dengan Nya, karena kita hanya punya waktu 40 hari. Setelah itu mau tidak mau kita harus pulang. Pergunakan dengan maksimal jatah waktu itu, insya Allah dengan begitu kita tidak ingin cepat-cepat pulang dan didera rasa kangen yang mendalam kepada anak kita di tanah air.
Sunday, July 19, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Ini sebuah suplemen yg berbentuk tulisan, senang membacanya. trimakasih
ReplyDeleteSalam
Achmad Sutrisno
Assalamualaikum,
ReplyDeleteTulisannya bagus sekali mba. Saya membacanya sampai hampir meneteskan air mata.
Minggu depan insha Allah saya dan suami akan berangkat ibadah umroh meninggalkan anak saya yang berumur 15 bulan bersama ibu saya dan pembantu. Saya sangat khawatir sampai berhari2 tidak bisa tidur. Saya terus menyiapkan semua keperluan dan meyakinkan diri bahwa Allah pasti akan melindungi anak saya. Setelah membaca tulisan mba,saya menjadi lega dan tenang bahwa memang anak adalah titipan Allah dan Allah menitipkan anak bukan untuk menjadi penghalang dalam beribadah.
Terima kasih mba,
Wassalamualaikum
Assalamualaikum,
ReplyDeleteTulisannya bagus sekali mba. Saya membacanya sampai hampir meneteskan air mata.
Minggu depan insha Allah saya dan suami akan berangkat ibadah umroh meninggalkan anak saya yang berumur 15 bulan bersama ibu saya dan pembantu. Saya sangat khawatir sampai berhari2 tidak bisa tidur. Saya terus menyiapkan semua keperluan dan meyakinkan diri bahwa Allah pasti akan melindungi anak saya. Setelah membaca tulisan mba,saya menjadi lega dan tenang bahwa memang anak adalah titipan Allah dan Allah menitipkan anak bukan untuk menjadi penghalang dalam beribadah.
Terima kasih mba,
Wassalamualaikum
Assalamu'alaikum.wrwb.
ReplyDeleteTrima kasih tulisannya mbak.
Dr nomor porsi haji, sy ikut pemberangkatan thn ini, sktr bln agustus.
Sdngkan sy ins Allah akn melahirkan si bulan juli.
Jika takdir sy berangkat thn ini (berasama suami dn mertua), maka sy akn meninggalkan 3 anak, 8th, 5th dn bayi 2bln. Sy berusaha pasrah dn yakin akan pengurusan Allah.
Tp sy perlu masukan jg mbak, bgamana mmberi suplemen dn energi positif bagi kerabat (uwa', paman dn bibi anak2) yg akan mnjadi wali bg anak2 andai saja kami tdk kembali lg ke tanah air (meninggal).
Pdhl merekapun msh punya anak2 kecil.
Sy sngt khawatir anak2 sy jd beban bwt mereka.
Dtunggu sharingnya mbak dn readera lain
Bunda gimana jadinya meninggalkan anak sementara waktu yg berusia 2 bukan? Semuanya baik baik saja kah? Asi bagaimana kak?
DeleteTrimakasih sharingnya.. smoga selalu ingat dgn tulisan ini ketika sy galau akan meninggalkan anak sy yg berumur 4th..utk melakukan ibadah haji.. satu hal yg msi mengganjal..sy bingung memilih tempat penitipan yg tepat krn kakek neneknya tdk mungkin utk dititipi.. saling mendoakan ya.. agar mdpt solusi trbaik..
ReplyDeleteMasya allah 🤲 bulan depan rencana mau umroh tpi sy msi kepkiran anak sy pertama usia 3thn, ke 2 usia 1th sdgaksn yg ke2 ini msi asi,, 😠sy msi ragu mau brgkat ap tdk,, tpi baca cerita ini, insya allah dipermudahkan 🤲 bisa brgkat
ReplyDelete